Corona dan Dilema Guru Mengajar Siswa Berkebutuhan Khusus

Corona dan Dilema Guru Mengajar Siswa Berkebutuhan Khusus

Jakarta – Anita (bukan nama sebenarnya) pesimis dirinya bisa mengajar para siswa berkebutuhan khusus dengan maksimal di tahun ajaran ini. Di tengah wabah virus corona (Covid-19) dan ketidakstabilan emosi siswanya yang punya kebutuhan khusus, mengajar dari jarak jauh atau dalam jaringan rasanya sulit, meski bukan mustahil dilakukan.

Sebagai guru, Anita khusus menangani Rio (bukan nama sebenarnya), siswa kelas 1 SD di sekolah swasta dengan program anak berkebutuhan khusus. Rio punya kondisi yang disebut sensory processing disorder.

Kondisi ini mengakibatkan ia sulit merespons informasi yang masuk melalui pancaindra karena hambatan pada otak. Artinya cara Rio berkomunikasi jauh berbeda dari anak pada umumnya.

Saat belajar di sekolah tak jarang Anita harus menjadi sasaran amarah hingga pukulan fisik dari siswa. Rasa sabar dan ketelatenan harus diutamakan supaya siswa berkebutuhan khusus ini bisa menerima materi pelajaran.

Karena itu, tak terbayang hal itu bisa dilakukan lewat belajar daring. Sekedar minta siswanya duduk di bangku atau menatap mata guru saat belajar tatap muka saja kerap memakan waktu.

“Kalau dia nggak mau belajar, disuruh pegang pensil saja nggak mau. Dia bisa marah, pensilnya dilempar. Waktu itu pernah aku meleng sedikit Rio udah ngerobek gorden sekolah,” ceritanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/4).

Waktu pembelajaran jarak jauh pertama kali dilakukan, Rio berkeras tak mau belajar. Ini karena ia tak biasa dengan rutinitas belajar dari rumah. Yang dia tahu belajar harusnya di sekolah, bukan di rumah.

Butuh waktu berhari-hari sampai akhirnya Anita dan orang tua Rio bisa meyakinkan belajar dari rumah. Belajar dilakukan melalui video call atau lewat materi yang disampaikan kepada orang tua.

Selama belajar dari rumah orang tua jadi pegangan utama bagi anak berkebutuhan khusus. Terlebih karena banyak di antaranya yang belum mampu belajar mandiri.

Meski begitu Anita sering cemas, karena kedua orang tua Rio masih terpaksa bekerja ke kantor selama pandemi corona ini. Alhasil mereka tak setiap saat bisa mendampingi.

“Aku stres banget awal-awal, karena kalau orang tuanya nggak sempet nemenin nggak mungkin video call sendiri. Kadang orang tuanya pulang malam, anaknya sudah nggak mood belajar. Karena ini kan proses adaptasinya ada di aku, anak, dan orang tua,” tuturnya.

Melewati empat pekan belajar dari rumah, Anita mengaku masih beradaptasi mengajar jarak jauh. Meskipun fasilitas belajar dari siswa dan sekolahnya mumpuni, tantangan masih kental dirasakan hingga sekarang.

Harus Ada Solusi

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mencari solusi adil terkait kebijakan belajar dari rumah. Ini termasuk bagi kelompok anak berkebutuhan khusus.

“Memang karena masalah covid-19 semua terdampak. Tapi kita jangan melupakan ada sekolah masyarakat marginal yang lebih sulit lagi keadaannya,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

Hetifah mengatakan program belajar daring maupun dari televisi yang dibuat Kemendikbud belum bisa menjangkau semua siswa. Misalnya bagi siswa dengan keterbatasan mental, fisik, maupun fasilitas.

Untuk itu pihaknya mendorong Kemendikbud membuat konten belajar yang ramah disabilitas. Seperti buku bacaan ramah tunanetra, atau terjemahan bahasa isyarat pada program belajar di TVRI untuk siswa tuna rungu.

“Anak-anak yang autisme, orang tua itu berat sekali. Belum tentu sanggup mengurus anaknya 24 jam. Ada lagi hal-hal terkait akses internet. Jadi nggak mungkin semua [disuruh belajar daring atau dari televisi],” tuturnya.

Hetifah mengatakan pihaknya mendorong pemerintah juga memprioritaskan solusi belajar untuk semua kalangan, termasuk anak berkebutuhan khusus.

Terkait masalah ini, Kemendikbud belum merespons. Direktur Pendidikan Khusus Sanusi belum menjawab ketika ditanya.

“Saya sampaikan kondisi BDR (belajar dari rumah) untuk pendidikan khusus, maaf saya lagi rapat, terima kasih,” kata Sanusi lewat pesan singkat.

Mendikbud Nadiem Makarim sebelumnya mengatakan pihaknya bakal mengevaluasi program belajar di rumah, termasuk tayangan di TVRI. Hal ini karena masih ada keterbatasan, misalnya perkara tak ramah disabilitas pada program belajar dari rumah. (fey/osc)

You May Also Like

Jenis-Jenis Olahraga Bagi Penyandang Disabilitas

Jenis-Jenis Olahraga Bagi Penyandang Disabilitas

Olahraga dapat membantu penyandang disabilitas untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta mengembangkan keterampilan dan kemampuannya, serta sebagai sarana untuk berprestasi dan meraih cita-citanya.

Sekolah Luar Biasa: Peluang dan Tantangan

Sekolah Luar Biasa: Peluang dan Tantangan

Sekolah Luar Biasa memiliki peran penting memberikan pendidikan dan layanan bagi ABK. SLB berperan mengembangkan potensi dan kemampuan ABK agar dapat mandiri dan berkontribusi kepada masyarakat.

Pendidikan Luar Biasa: Hak dan Kewajiban Setiap Anak

Pendidikan Luar Biasa: Hak dan Kewajiban Setiap Anak

Pendidikan luar biasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang diperuntukkan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). ABK adalah peserta didik yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional, dan sosial serta memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Penyusunan Modul Ajar

Penyusunan Modul Ajar

Cara membuat Modul Ajar Kurikulum Merdeka tidak jauh berbeda dengan cara menyusun RPP pada kurikulum K13. Letak perbedaannya hanya pada penyebutan perangkat pembelajaran saja. Tujuan pengembangan modul ajar untuk menyediakan perangkat ajar yang dapat memandu guru melaksanakan pembelajaran.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *